Ketika Menuntut Ilmu: Teladani Juga Akhlak, Takwa Dan Adab Gurumu
Sebagian kita ketika menuntut ilmu agama, mengahadiri majelis ilmu atau mulazamah kepada seroang ustadz, kita mungkin hanya terpaku kepada mengambil ilmunya saja. Padahal ada juga yang tidak kalah pentingnya bahkan bisa lebih didahulukan daripada sekedar mengambil ilmu yaitu meneladani akhlak, adab dan ketakwaan guru agama kita. Lebih-lebih guru agama kita sangat mencerminkan akhlak mulia, takut kepada Allah, tawaddu’, tidak serakah terhadap dunia. Maka kita perhatikan gerak-gerik dan adab guru kita, kemudian kita contoh karena teladan langsung lebih mengena dan lebih menghujam di hati daripada sekedar perkataan dan teori. Berikut pembahasannya.
Lebih suka mengambil contoh adab dan akhlak dibanding ilmu
Abu bakar bin Al-muthawwi’i rahimahullahu berkata,
اختلفت إلى أبي عبد الله ثنتي عشرة سنة، وهو يقرأ (المسند) على أولاده،
فما كتبت عنه حديثا واحدا، إنما كنت أنظر إلى هديه وأخلاقه
“Aku berkali-kali mendatangi Abu Abdillah –yaitu imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu- selama 12 tahun, beliau sedang membacakan kitab Al-musnad kepada anak-anaknya. Saya tidaklah menulis satu hadits pun darinya tetapi hanya ingin melihat kepada metode dan akhlaknya.” [Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah]
Berkata Ibnul jauzi rahimahullahu tentang gurunya syaikh Al-Anmaathi rahimahullahu,
كنت أقرأ عليه وهو يبكي، فاستفدت ببكائه أكثر من استفادتي بروايته،
وانتفعت به ما لم أنتفع بغيره
“saya biasa membacakan kitab kepada beliau dan beliau dalam keadaan menangis [karena takut Allah], maka saya mengambil faidah dari tangisannya lebih banyak daripada mengambil faidah dari riwayatnya dan saya mendapatkan manfaat dengannya yang saya tidak dapatkan dari selainnya. “[Siyaru A’lamin Nubala’ 39/128, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah]
Pelajari dahulu adab dan akhlaknya baru ilmunya
Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قال مالك: قلت لأمي: ” أذهب، فأكتب العلم؟ “، فقالت: ” تعال، فالبس ثياب العلم “، فألبستني مسمرة، ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها، ثم قالت: ” اذهب، فاكتب الآن “، وكانت تقول: ” اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
كان يجتمع في مجلس أحمد زهاء خمسة آلاف – أو يزيدون نحو خمس مائة –
يكتبون، والباقون يتعلمون منه حسن الأدب والسمت
“Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” [Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah]
Ilmu teori terkadang bisa dipelajari sendiri
Semata-mata ilmu bisa dikatakan ia adalah sekedar teori, dan terkadang teori bisa dipelajari sendiri, lebih-lebih seorang penuntut ilmu sudah mempunyai ilmu dasar dan ilmu ushul yang kuat. Lebih-lebih di zaman ini, dimana kemajuan teknologi seperti internet, mesin pencari, jejaring sosial, rekaman kajian, malalui media tersebut kita dengan mudah mendapatkan ilmu.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menegaskan bahwa ilmu juga bisa diperoleh melalui buku dan sejenisnya, beliau berkata,
لا شك أن اعلم يحصل بطلبه عند العلماء وبطلبه في الكتب؛ لأن كتاب العالم هو العالم نفسه، فهو يحدثك من خلال كتابه، فإذا تعذر الطلب على أهل العلم، فإنه يطلب العلم من الكتب
“Tidak diragukan lagi bahwa ilmu bisa diperoleh dengan melalui ulama/guru dan melalui buku-buku [buku dengan manhaj yang benar], karena buku-buku seorang adalah gurunya sendiri, buku-buku tersebut berbicara kepadamu melalui tulisan, jika seorang tidak bisa menuntut ilmu melalui ulama maka ia bisa menuntut ilmu melalui buku-buku.” [Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 114, Darul Itqan, Iskandariyah]
Akan tetapi kita sangat membutuhkan teladan langsung akhlak dan takwa, karena inilah yang lebih membekas dan menghujam di hati, lihat bagaimana ulama besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu, beliau memiliki ilmu yang banyak dan diakui, akan tetapi beliau juga butuh teladan langsung mengenai praktek ilmunya, beliau berkata,
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Asy Syamilah]
Jika menjadi pengajar, perhatikan akhlak dan adab kita
Jika kita menjadi pengajar ilmu, misalnya guru atau dosen atau ustadz, maka ini perlu kita perhatikan dan Jika kita perhatikan para ulama baik dahulu maupun sekarang maka kita melihat bhwa mereka memiliki teladan akhlak , adab dan takwa. Sebutlah ulama sekarang seperti syaikh Bin Baz, Ibnu Utsaimin, dan syaikh Abdurrazak bin Abdil Muhsin yang datang ke Indonesia, maka sangat terlihat dalam menyampaikan pelajaran dan ceramahnya, mereka sangat tenang, lembut dan bersahaja. Dan berpengaruh dalam penyampaian majelis ilmu, sehingga lebih bermanfaat bagi penuntut ilmu dalam mengambil faidah.
Inilah yang digambarkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
كان عبد الرحمن بن مهدي لا يتحدث في مجلسه،
ولا يقوم أحد ولا يبرى فيه قلم، ولا يتبسم أحد
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.” [Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah]
Tentunya akhlak dan adab kita yang dicontoh akan menjadi pahala multilevel sebagimana MLM, dan insyaAllah mengalir sampai hari kiamat menjadi amal jariyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya .” [HR. Muslim]
Jadi pengajar tetapi akhlak dan adabnya buruk dan keras?
Ini yang perlu dihindarkan, menjadi pegajar dan panutan tetapi akhlak dan adabnya keras dan kaku, suka dan sangat sering mencela orang orang lain di majelis ilmunya, suka mengkafirkan, memvonis bid’ah dan sesat. Sehingga berdampak pada juga ditiru oleh murid-muridnya. Ini malah bisa menjadi MLM dosa, waliyadzu billah.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di rahimahullahu ketika menjelaskan hadits,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahal seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.’ [HR. Muslim]
Beliau berkata,
و كل من تقدم بعمل خيري أو مشروع عام النقع: فهو داخل في هذا النص
و عكس ذلك كله: الداعي إلى الضلالة
“Semua orang yang lebih mendahului melakukan amal kebaikan atau amal yang disyari’atkan, memberikan manfaat yang umum, maka termasuk dalam nash ini, begitu juga kebalikannya yaitu para dai yang menyeru kepada kesesatan.” [Bahjah qulubil abrar hal 36, Dar kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1423 H]
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
27 Rabiul Awal 1433 H bertepatan 20 Februari 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/ketika-menuntut-ilmu-teladani-juga-akhlak-takwa-dan-adab-gurumu.html